Monday, 3 July 2017

Jangan Memperolok olok Kan Ugama

Bersenda gurau dan bercanda adalah hal yang lumrah dalam kehidupan sehari-hari.  Bersenda gurau juga menjadi bumbu dalam pergaulan di tengah-tengah masyarakat. Baik dalam kegiatan formal terlebih lagi dalam dialog atau obrolan santai. Hal tersebut diperlukan untuk menghilangkan kejenuhan dan menciptakan keakraban, namun tentunya bila disajikan dengan bagus sesuai porsinya dan melihat kondisi yang ada. sebaliknya apabila hal itu sudah dijadikan adat kebiasaan dan tidak diletakkan pada tempatnya maka hal ini akan menjadikan sebuah perkara tidak elok dan juga indah dipandang.

Terlebih lagi hal ini apabila diletakkan didalam pembicaraan, dialog-dialog, serta penyampaian yang berkaitan dengan agama. Mengingat bayaknya kejadian yang terjadi tdengan mengatasnamakan sebuah ceramah agama atau pengajian, seseorang tidak canggung lagi untuk menyampaikan sebuah materi agama yang didalamnya terkadang disebutkan ayat-ayat Al-Qur’an dan hadits-hadits nabi kemudian tanpa memiliki rasa malu mereka menjadikan ayat dan hadits tersebut sebagai bahan senda gurau dan candaan.

Agama Islam adalah agama yang sempurna dan telah dicukupkan segala sesuatunya. Bahkan termasuk dalam etika berbicara dan bagaimana seorang muslim dalam berucap atau mengatakan sebuah perkara. Bahkan dalam sebuah hadits yang shahih Rasulullah menyandingkan antara ucapan dan juga keimanan,

مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ اْلآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ

“Barang siapa beriman kepada Allah dan hari Akhir, hendaklah ia berkata baik atau diam. [HR al-Bukhâri dan Muslim]

Hadits tersebut mengajarkan kepada kita bahwa ucapan lisan termasuk dalam perkara iman. Perbuatan-perbuatan iman terkadang terkait dengan hak-hak Allah, seperti melaksanakan kewajiban-kewajiban dan meninggalkan berbagai hal yang diharamkan. Dan termasuk didalamnya adalah perkara yang diperintahkan kepada seorang mukmin, salah satunya dengan mengucapkan perkataan yang baik atau jikalau tidak mampu hendaklah ia berdiam diri atau menahan diri dari perkataan-perkataan yang jelek lagi buruk.

Jelaslah sudah bahwa menahan diri dari berucap dan berkata sembrono, asal-asalan adalah sebuah kemestian atau kewajiban dari setiap muslim. Ini mengandung makna bahwa setiap muslim apalagi ia adalah seorang yang mengerti tentang agama Islam dilarang mengucapkan sebuah statemen atau ucapan yang melecehkan agama.

Terlebih lagi disebutkan dalam Shahîh al-Bukhâri sebuah riwayat dari sahabat Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah mengingatkan dalam sabdanya:

إِنَّ الْعَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ مِنْ رِضْوَانِ اللهِ لاَ يُلْقِي لَهَا بَالًا يَرْفَعُ اللهُ بِهَا دَرَجَاتٍ ، وَإِنَّ الْعَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ مِنْ سَخَطِ اللهِ لَا يُلْقِي لَهَا بَالًا يَهْوِي بِهَا فِي جَهَنَّمَ.

“Sesungguhnya seseorang mengatakan satu kalimat yang diridhai Allah dan ia tidak menaruh perhatian terhadapnya, melainkan Allah akan mengangkatnya beberapa derajat. Sesungguhnya seorang hamba mengatakan kalimat yang dimurkai Allah dan ia tidak menaruh perhatian terhadapnya melainkan ia terjerumus dengan sebab kalimat itu ke Jahannam.” [HR. al-Bukhâri dan al-Baihaqi]

Menahan Diri dalam Bercanda

Rasulullah adalah orang yang amat santun dalam segala hal. Termasuk di dalamnya adalah ketika beliau bercanda. Maka sebagai umatnya tentunya kita harus mencontoh bahkan wajib hukumnya. Lalu bagaimana rambu-rambu di dalam bercanda di dalam tingkah laku Rasulullah. Dari beberapa riwayat disimpulkan bahwa rambu-rambu dalam bercanda ada 3 [tiga] perkara:

Rasulullah dalam bercanda tidak pernah berdusta dan juga mengada-ada. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu diriwayatkan bahwa ia berkata : “Orang-orang bertanya: ‘Wahai Rasulullah, apakah engkau juga mengajak kami bercanda?’.  Beliau menjawab:

إِنِّي لا أَقُولُ إِلّا حَقّاً

“[Ya, tapi] tidaklah aku hanya mengatakan sesuatu kecuali kebenaran [tanpa berdusta]“. [HR. At-Tirmidzi]

Rasulullah memberikan guidence [arahan] dalam bercanda bahwa hal tersebut dilakukan dengan tujuan pendidik [tarbiyah] baik terhadap wanita, anak-anak, dan kalangan tertentu yang lemah yang butuh bimbingan. Sebagaimana beliau mencandai seorang anak yang bersedih, adik dari sahabat Anas bin Malik, yang bernama Abu Umair yang bersedih akan kematian burungnya beliau mengatakan kepadanya, ‘Wahai Abu Umair, apa yang dilakukan oleh an-Nughair?’” [HR. al-Bukhari no. 6129]

Rasulullah bercanda, namun beliau tidak menjadikan canda sebagai sesuatu yang utama, melainkan hanya sesekali dalam perbicangan. Jadi bukan sebagai tujuan utama di dalam pembicaraan. Maka memaksakan diri untuk senantiasa bercanda bukanlah hal yang dicontohkan Rasulullah, terlebih lagi hal tersebut menyebabkan kita harus berdusta. Bukanlah Rasulullah mengajarkan kepada kita dalam sabdanya,

وَيْلٌ لِلَّذِي يُحَدِّثُ فَيَكْذِبُ، لِيُضْحِكَ بِهِ الْقَوْمَ، وَيْلٌ لَهُ، وَيْلٌ لَهُ

“Neraka Wail bagi orang yang berbicara lalu berdusta untuk melucu [membuat orang tertawa]; neraka Wail baginya, neraka Wail baginya.“ [HR. Abu Dawud]

Yang lebih penting lagi adalah tidak menjadikan agama sebagai bahan candaan dan gurauan. Sekecil apapun perkara agama, maka itu bukanlah sebuah pembicaraan yang patut untuk dijadikan bahan candaan dan gurauan.

Memperolok Sunnah Nabi

Terlebih lagi bahwa yang dijadikan sindiran, gurauan dan juga bahan perolokan tersebut adalah hal-hal yang berkaitan dengan Sunnah Nabi. Maka ingatlah bahwa hal ini pernah terjadi dizaman Rasulullah ketika orang-orang munafiq itu menghina sahabat-sahabat Rasulullah, maka Allah menjawab hinaan orang-orang munafiq yang berbalut canda dan senda gurau tersebut dalam firmanNya,

﴿وَلَئِن سَأَلْتَهُمْ لَيَقُولُنَّ إِنَّمَا كُنَّا نَخُوضُ وَنَلْعَبُ قُلْ أَبِاللّهِ وَآيَاتِهِ وَرَسُولِهِ كُنتُمْ تَسْتَهْزِئُونَ * لاَ تَعْتَذِرُواْ قَدْ كَفَرْتُم بَعْدَ إِيمَانِكُمْ ﴾

“Dan jika kamu tanyakan kepada mereka [tentang apa yang mereka lakukan itu], tentu mereka akan menjawab: "Sesungguhnya kami hanya bersenda gurau dan bermain-main saja”. Katakanlah: "Apakah dengan Allah, ayat-ayatNya dan RasulNya kamu selalu berolok-olok?” Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu kafir sesudah beriman…” [QS. At Taubah : 65-66].

Wahai saudaraku, tahukan anda bagaimana sebab turunnya ayat ini? Sebagaimana yang diriwayatkan dari lbnu Umar, Muhammad bin Ka'ab, Zaid bin Aslam dan Qatadah secara ringkas. Ketika dalam peristiwa perang Tabuk ada orang-orang yang berkata "Belum pernah kami melihat seperti para ahli baca Al Qur`an ini, orang yang lebih buncit perutnya, lebih dusta lisannya dan lebih pengecut dalam peperangan". Maksudnya, menunjuk kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dan para sahabat yang ahli baca Al Qur`an. Maka berkatalah Auf bin Malik kepadanya: “Omong kosong yang kamu katakan. Bahkan kamu adalah munafik. Niscaya akan aku beritahukan kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam”. Lalu pergilah Auf kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam untuk memberitahukan hal tersebut kepada Beliau.

Lalu bagaimanakah dengan seseorang yang memperolok-olokkan agama ini dengan candan dan gurauan mereka? Tentu saja hal ini tidak bisa dipandang sebagai sebuah lelucon dan candaan belaka. Karena Allah dan Rasulnya bukanlah sebuah candaan. Demikian pula akan syariat agama ini dan Sunnah NabiNya. Maka semua itu bukanlah barang gurauan dan candaan yang bisa kita jadikan obrolan santai dan juga guyonan [baca: candaan] demi membuat para pendengar yang mendengarkan obrolan tadi atau pembicaraan tersebut tertawa terkekeh-kekeh.

Maka ingatlah bahwa hal ini pernah diperbuat orang-orang kepada Nabi mereka sebelum kedatangan Nabi Muhammad dan apa yang disebutkan oleh Allah akan mereka,

وَلَقَدِ اسْتُهْزِئَ بِرُسُلٍ مِنْ قَبْلِكَ فَحَاقَ بِالَّذِينَ سَخِرُوا مِنْهُمْ مَا كَانُوا بِهِ يَسْتَهْزِئُونَ

"Dan sungguh telah diperolok-olokkan beberapa rasul sebelum kamu, maka turunlah kepada orang-orang yang mencemoohkan di antara mereka balasan [`adzab] olok-olokan mereka." [QS. Al An'am: 10]

Dan juga ketika Allah memaparkan akan kondisi orang-orang yang mempermainkan ayat-ayat Allah, dan ingatlah bahwa termasuk di dalamnya memperolok-olok akan perintahNya dan juga laranganNya,

وَيْلٌ لِكُلِّ أَفَّاكٍ أَثِيمٍ * يَسْمَعُ آيَاتِ اللَّهِ تُتْلَى عَلَيْهِ ثُمَّ يُصِرُّ مُسْتَكْبِراً كَأَنْ لَمْ يَسْمَعْهَا فَبَشِّرْهُ بِعَذَابٍ أَلِيمٍ * وَإِذَا عَلِمَ مِنْ آيَاتِنَا شَيْئاً اتَّخَذَهَا هُزُواً أُولَئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ مُهِينٌ

"Kecelakaan besar bagi tiap-tiap orang yang banyak berdusta lagi banyak berdosa. Dia mendengar ayat-ayat Allah dibacakan kepadanya kemudian dia tetap menyombongkan diri seakan-akan dia tidak mendengarnya. Maka beri kabar gembiralah dia dengan adzab yang pedih. Dan apabila dia mengetahui barang sedikit tentang ayat-ayat Kami, maka ayat-ayat itu dijadikan olok-olok. Merekalah yang memperoleh adzab yang menghinakan." [QS. Al Jaatsiyah: 7-9]

Dan untuk lebih menjadikan diri kita menjadi waspada dan berhati-hati kami nukilkan dari berbagai sumber yang terpercaya akan kisah-kisah orang yang memperolok-olok agama Allah dan terlebih lagi Sunnah Rasulullah. Apa yang Allah jadikan bagi mereka adzab didunia ini sebelum balasan yang menghinakan [sebagaimana QS. Al-Jatsiyah : 7-9 diatas]

Kisah-Kisah Tragis Orang yang Memperolok Sunnah Nabi

Kisah [1]

Pernahkah anda mendengar sabdanya,

أَمَا يَخْشَى أَحَدُكُمْ أَوْ لَا يَخْشَى أَحَدُكُمْ إِذَا رَفَعَ رَأْسَهُ قَبْلَ الْإِمَامِ أَنْ يَجْعَلَ اللَّهُ رَأْسَهُ رَأْسَ حِمَارٍ أَوْ يَجْعَلَ اللَّهُ صُورَتَهُ صُورَةَ حِمَارٍ

“Tidakkah salah seorang dari kalian merasa takut, atau apakah salah seorang dari kalian tidak takut apabila ia mengangkat kepalanya sebelum imam [mengangkat kepalanya], Alloh akan menjadikan kepalanya menjadi kepala keledai, atau menjadikan rupanya menjadi rupa keledai,.?!.” [HR. Bukhari, Thabrani, dan Ad Darimi]

Maka jangan pernah anda mengira bahwa hadits diatas adalah kisah dari negeri antah berantah, dan tidak pernah akan terjadi. Diceritakan dalam Fathul Mulahhab Syarah Shahih Muslim bahwa dahulu ada seorang pengajar hadits nabi yang mengajarkan hadits namun ia jadikan antara dirinya dan muridnya tabir yang menghalangi muridnya melihat wajahnya. Namun ketika murid tersebut telah lama belajar darinya, maka sang guru menyingkap wajahnya dan ternyata wajahnya adalah wajah seekor keledai, dan ia menjelaskan kepada para muridnya bahwa dahulu ia belajar akan hadits diatas namun aku mendustakan dan melecehkan hadits tersebut sehingga aku terjerumus dalam mendahului imam sehingga Allah merubah wajahku menjadi wajah seekor keledai.

Kisah [2]

Pernahkah anda mendengar sabdanya, 

إِذَا اسْتَيْقَظَ أَحَدُكُمْ مِنْ نَوْمِهِ؛ فَلاَ يَغْمِسْ يَدَهُ فِي الإِنَاءِ حَتَّى يَغْسِلَهَا ثَلاَثًا؛ فَإِنَّ أَحَدَكُمْ لاَ يَدْرِي أَيْنَ بَاتَتْ يَدُهُ

“Bila salah seorang diantara kalian bangun dari tidurnya, janganlah ia mencelupkan tangannya ke dalam bejana, sebelum ia mencucinya, karena ia tidak tahu di mana posisi tangannya ketika ia tidur.” [Muttafaq ‘alaih, al-Bukhari 162, dan Muslim 278]

Seorang ahli Bid’ah -dengan nada memperolok-olok hadits tersebut diatas- lantas ia berucap, ”Aku tahu di mana posisi tanganku ketika tidur, ia [tanganku] berada di ranjang!” sungguh ucapan kesombongan dan kecongkaan dari seseorang yang mengira bahwa dirinya berkuasa atas segalanya. Lalu bagaimana Allah menunjukkan kuasaNya, maka keesokan harinya [ketika ia bangun tidur] ternyata ia telah memasukkan tangannya hingga siku ke dalam duburnya.

Kisah [3]

Pernahkah anda mendengar sabdanya akan keutamaan siwak, diantaranya

السِّوَاكُ مَطْهَرَةٌ لِلْفَمِ، مَرْضَاةٌ للرَّبِّ

“Siwak itu pembersih mulut dan diridhai Allah.” [HR. Ahmad]

Telah sampai kepada kami bahwasanya seorang laki-laki yang dipanggil dengan Abu Salamah dari daerah Bushra, dia suka bercanda dan berbicara tanpa dipikirkan terlebih dahulu, dan ketika disebutkan disisinya tentang siwak dan keutamaannya, maka dia berkata: “Demi Allah, aku tidak akan bersiwak kecuali di dubur, kemudian dia mengambil sebatang siwak dan memasukkannya keduburnya kemudian dikeluarkan kembali. Setelah melakukan perbuatan tersebut, ia tinggal selama sembilan bulan dalam keadaan mengeluh sakit perut dan dubur. Lalu ia melahirkan anak seperti tikus yang pendek dan besar, memiliki empat kaki, kepalanya seperti kepala ikan, memiliki empat taring yang menonjol, panjang ekornya satu jengkal empat jari dan duburnya seperti dubur kelinci. Ketika lelaki itu melahirkannya, hewan tersebut menjerit tiga kali, maka bangkitlah putrinya laki-laki tadi dan memecahkan kepalanya sehingga matilah hewan tersebut. Laki-laki itu hidup setelah melahirkan selama dua hari, dan meninggal pada hari yang ketiga. Dan ia sebelum meninggal berkata “Hewan itu telah membunuhku dan merobek-robek ususku.” Sungguh kejadian tersebut telah disaksikan oleh sekelompok penduduk daerah tersebut dan para khotib tempat tersebut. diantara mereka ada yang menyaksikan hewan itu ketika masih hidup dan ada pula yang menyaksikan ketika hewan itu sudah mati. Dan kejadin ini terjadi pada tahun 665 Hijriyah” 

Itu hanyalah sebagian kecil dari berbagai kisah tragis dan menghinakan siapa saja yang menghinakan dan memperolok-olok hadits serta sunnah Nabi. Maka ini adalah peringatan bagi setiap muslim dan muslimah akan agungnya sunnah Nabi, maka jangan sekali-kali kita berfikir untuk melecehkannya.


No comments: