Bersenda gurau dan bercanda adalah hal yang lumrah dalam kehidupan
sehari-hari. Bersenda gurau juga menjadi bumbu dalam pergaulan di
tengah-tengah masyarakat. Baik dalam kegiatan formal terlebih lagi dalam
dialog atau obrolan santai. Hal tersebut diperlukan untuk menghilangkan
kejenuhan dan menciptakan keakraban, namun tentunya bila disajikan
dengan bagus sesuai porsinya dan melihat kondisi yang ada. sebaliknya
apabila hal itu sudah dijadikan adat kebiasaan dan tidak diletakkan pada
tempatnya maka hal ini akan menjadikan sebuah perkara tidak elok dan
juga indah dipandang.
Terlebih lagi hal ini apabila diletakkan
didalam pembicaraan, dialog-dialog, serta penyampaian yang berkaitan
dengan agama. Mengingat bayaknya kejadian yang terjadi tdengan
mengatasnamakan sebuah ceramah agama atau pengajian, seseorang tidak
canggung lagi untuk menyampaikan sebuah materi agama yang didalamnya
terkadang disebutkan ayat-ayat Al-Qur’an dan hadits-hadits nabi kemudian
tanpa memiliki rasa malu mereka menjadikan ayat dan hadits tersebut
sebagai bahan senda gurau dan candaan.
Agama Islam adalah agama
yang sempurna dan telah dicukupkan segala sesuatunya. Bahkan termasuk
dalam etika berbicara dan bagaimana seorang muslim dalam berucap atau
mengatakan sebuah perkara. Bahkan dalam sebuah hadits yang shahih
Rasulullah menyandingkan antara ucapan dan juga keimanan,
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ اْلآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ
“Barang siapa beriman kepada Allah dan hari Akhir, hendaklah ia berkata baik atau diam. [HR al-Bukhâri dan Muslim]
Hadits
tersebut mengajarkan kepada kita bahwa ucapan lisan termasuk dalam
perkara iman. Perbuatan-perbuatan iman terkadang terkait dengan hak-hak
Allah, seperti melaksanakan kewajiban-kewajiban dan meninggalkan
berbagai hal yang diharamkan. Dan termasuk didalamnya adalah perkara
yang diperintahkan kepada seorang mukmin, salah satunya dengan
mengucapkan perkataan yang baik atau jikalau tidak mampu hendaklah ia
berdiam diri atau menahan diri dari perkataan-perkataan yang jelek lagi
buruk.
Jelaslah sudah bahwa menahan diri dari berucap dan berkata
sembrono, asal-asalan adalah sebuah kemestian atau kewajiban dari
setiap muslim. Ini mengandung makna bahwa setiap muslim apalagi ia
adalah seorang yang mengerti tentang agama Islam dilarang mengucapkan
sebuah statemen atau ucapan yang melecehkan agama.
Terlebih lagi
disebutkan dalam Shahîh al-Bukhâri sebuah riwayat dari sahabat Abu
Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah mengingatkan dalam
sabdanya:
إِنَّ الْعَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ مِنْ
رِضْوَانِ اللهِ لاَ يُلْقِي لَهَا بَالًا يَرْفَعُ اللهُ بِهَا دَرَجَاتٍ ،
وَإِنَّ الْعَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ مِنْ سَخَطِ اللهِ لَا
يُلْقِي لَهَا بَالًا يَهْوِي بِهَا فِي جَهَنَّمَ.
“Sesungguhnya
seseorang mengatakan satu kalimat yang diridhai Allah dan ia tidak
menaruh perhatian terhadapnya, melainkan Allah akan mengangkatnya
beberapa derajat. Sesungguhnya seorang hamba mengatakan kalimat yang
dimurkai Allah dan ia tidak menaruh perhatian terhadapnya melainkan ia
terjerumus dengan sebab kalimat itu ke Jahannam.” [HR. al-Bukhâri dan
al-Baihaqi]
Menahan Diri dalam Bercanda
Rasulullah adalah
orang yang amat santun dalam segala hal. Termasuk di dalamnya adalah
ketika beliau bercanda. Maka sebagai umatnya tentunya kita harus
mencontoh bahkan wajib hukumnya. Lalu bagaimana rambu-rambu di dalam
bercanda di dalam tingkah laku Rasulullah. Dari beberapa riwayat
disimpulkan bahwa rambu-rambu dalam bercanda ada 3 [tiga] perkara:
Rasulullah
dalam bercanda tidak pernah berdusta dan juga mengada-ada. Dari Abu
Hurairah radhiyallahu ‘anhu diriwayatkan bahwa ia berkata : “Orang-orang
bertanya: ‘Wahai Rasulullah, apakah engkau juga mengajak kami
bercanda?’. Beliau menjawab:
إِنِّي لا أَقُولُ إِلّا حَقّاً
“[Ya, tapi] tidaklah aku hanya mengatakan sesuatu kecuali kebenaran [tanpa berdusta]“. [HR. At-Tirmidzi]
Rasulullah
memberikan guidence [arahan] dalam bercanda bahwa hal tersebut
dilakukan dengan tujuan pendidik [tarbiyah] baik terhadap wanita,
anak-anak, dan kalangan tertentu yang lemah yang butuh bimbingan.
Sebagaimana beliau mencandai seorang anak yang bersedih, adik dari
sahabat Anas bin Malik, yang bernama Abu Umair yang bersedih akan
kematian burungnya beliau mengatakan kepadanya, ‘Wahai Abu Umair, apa
yang dilakukan oleh an-Nughair?’” [HR. al-Bukhari no. 6129]
Rasulullah
bercanda, namun beliau tidak menjadikan canda sebagai sesuatu yang
utama, melainkan hanya sesekali dalam perbicangan. Jadi bukan sebagai
tujuan utama di dalam pembicaraan. Maka memaksakan diri untuk senantiasa
bercanda bukanlah hal yang dicontohkan Rasulullah, terlebih lagi hal
tersebut menyebabkan kita harus berdusta. Bukanlah Rasulullah
mengajarkan kepada kita dalam sabdanya,
وَيْلٌ لِلَّذِي يُحَدِّثُ فَيَكْذِبُ، لِيُضْحِكَ بِهِ الْقَوْمَ، وَيْلٌ لَهُ، وَيْلٌ لَهُ
“Neraka
Wail bagi orang yang berbicara lalu berdusta untuk melucu [membuat
orang tertawa]; neraka Wail baginya, neraka Wail baginya.“ [HR. Abu
Dawud]
Yang lebih penting lagi adalah tidak menjadikan agama
sebagai bahan candaan dan gurauan. Sekecil apapun perkara agama, maka
itu bukanlah sebuah pembicaraan yang patut untuk dijadikan bahan candaan
dan gurauan.
Memperolok Sunnah Nabi
Terlebih
lagi bahwa yang dijadikan sindiran, gurauan dan juga bahan perolokan
tersebut adalah hal-hal yang berkaitan dengan Sunnah Nabi. Maka ingatlah
bahwa hal ini pernah terjadi dizaman Rasulullah ketika orang-orang
munafiq itu menghina sahabat-sahabat Rasulullah, maka Allah menjawab
hinaan orang-orang munafiq yang berbalut canda dan senda gurau tersebut
dalam firmanNya,
﴿وَلَئِن سَأَلْتَهُمْ لَيَقُولُنَّ
إِنَّمَا كُنَّا نَخُوضُ وَنَلْعَبُ قُلْ أَبِاللّهِ وَآيَاتِهِ
وَرَسُولِهِ كُنتُمْ تَسْتَهْزِئُونَ * لاَ تَعْتَذِرُواْ قَدْ كَفَرْتُم
بَعْدَ إِيمَانِكُمْ ﴾
“Dan jika kamu tanyakan kepada mereka
[tentang apa yang mereka lakukan itu], tentu mereka akan menjawab:
"Sesungguhnya kami hanya bersenda gurau dan bermain-main saja”.
Katakanlah: "Apakah dengan Allah, ayat-ayatNya dan RasulNya kamu selalu
berolok-olok?” Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu kafir sesudah
beriman…” [QS. At Taubah : 65-66].
Wahai saudaraku, tahukan
anda bagaimana sebab turunnya ayat ini? Sebagaimana yang diriwayatkan
dari lbnu Umar, Muhammad bin Ka'ab, Zaid bin Aslam dan Qatadah secara
ringkas. Ketika dalam peristiwa perang Tabuk ada orang-orang yang
berkata "Belum pernah kami melihat seperti para ahli baca Al Qur`an ini,
orang yang lebih buncit perutnya, lebih dusta lisannya dan lebih
pengecut dalam peperangan". Maksudnya, menunjuk kepada Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam dan para sahabat yang ahli baca Al Qur`an.
Maka berkatalah Auf bin Malik kepadanya: “Omong kosong yang kamu
katakan. Bahkan kamu adalah munafik. Niscaya akan aku beritahukan kepada
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam”. Lalu pergilah Auf kepada
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam untuk memberitahukan hal
tersebut kepada Beliau.
Lalu bagaimanakah dengan seseorang
yang memperolok-olokkan agama ini dengan candan dan gurauan mereka?
Tentu saja hal ini tidak bisa dipandang sebagai sebuah lelucon dan
candaan belaka. Karena Allah dan Rasulnya bukanlah sebuah candaan.
Demikian pula akan syariat agama ini dan Sunnah NabiNya. Maka semua itu
bukanlah barang gurauan dan candaan yang bisa kita jadikan obrolan
santai dan juga guyonan [baca: candaan] demi membuat para pendengar yang
mendengarkan obrolan tadi atau pembicaraan tersebut tertawa
terkekeh-kekeh.
Maka ingatlah bahwa hal ini pernah diperbuat
orang-orang kepada Nabi mereka sebelum kedatangan Nabi Muhammad dan apa
yang disebutkan oleh Allah akan mereka,
وَلَقَدِ اسْتُهْزِئَ بِرُسُلٍ مِنْ قَبْلِكَ فَحَاقَ بِالَّذِينَ سَخِرُوا مِنْهُمْ مَا كَانُوا بِهِ يَسْتَهْزِئُونَ
"Dan
sungguh telah diperolok-olokkan beberapa rasul sebelum kamu, maka
turunlah kepada orang-orang yang mencemoohkan di antara mereka balasan
[`adzab] olok-olokan mereka." [QS. Al An'am: 10]
Dan juga
ketika Allah memaparkan akan kondisi orang-orang yang mempermainkan
ayat-ayat Allah, dan ingatlah bahwa termasuk di dalamnya memperolok-olok
akan perintahNya dan juga laranganNya,
وَيْلٌ لِكُلِّ
أَفَّاكٍ أَثِيمٍ * يَسْمَعُ آيَاتِ اللَّهِ تُتْلَى عَلَيْهِ ثُمَّ
يُصِرُّ مُسْتَكْبِراً كَأَنْ لَمْ يَسْمَعْهَا فَبَشِّرْهُ بِعَذَابٍ
أَلِيمٍ * وَإِذَا عَلِمَ مِنْ آيَاتِنَا شَيْئاً اتَّخَذَهَا هُزُواً
أُولَئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ مُهِينٌ
"Kecelakaan besar bagi
tiap-tiap orang yang banyak berdusta lagi banyak berdosa. Dia mendengar
ayat-ayat Allah dibacakan kepadanya kemudian dia tetap menyombongkan
diri seakan-akan dia tidak mendengarnya. Maka beri kabar gembiralah dia
dengan adzab yang pedih. Dan apabila dia mengetahui barang sedikit
tentang ayat-ayat Kami, maka ayat-ayat itu dijadikan olok-olok.
Merekalah yang memperoleh adzab yang menghinakan." [QS. Al Jaatsiyah:
7-9]
Dan untuk lebih menjadikan diri kita menjadi waspada dan
berhati-hati kami nukilkan dari berbagai sumber yang terpercaya akan
kisah-kisah orang yang memperolok-olok agama Allah dan terlebih lagi
Sunnah Rasulullah. Apa yang Allah jadikan bagi mereka adzab didunia ini
sebelum balasan yang menghinakan [sebagaimana QS. Al-Jatsiyah : 7-9
diatas]
Kisah-Kisah Tragis Orang yang Memperolok Sunnah Nabi
Kisah [1]
Pernahkah anda mendengar sabdanya,
أَمَا
يَخْشَى أَحَدُكُمْ أَوْ لَا يَخْشَى أَحَدُكُمْ إِذَا رَفَعَ رَأْسَهُ
قَبْلَ الْإِمَامِ أَنْ يَجْعَلَ اللَّهُ رَأْسَهُ رَأْسَ حِمَارٍ أَوْ
يَجْعَلَ اللَّهُ صُورَتَهُ صُورَةَ حِمَارٍ
“Tidakkah salah
seorang dari kalian merasa takut, atau apakah salah seorang dari kalian
tidak takut apabila ia mengangkat kepalanya sebelum imam [mengangkat
kepalanya], Alloh akan menjadikan kepalanya menjadi kepala keledai, atau
menjadikan rupanya menjadi rupa keledai,.?!.” [HR. Bukhari, Thabrani,
dan Ad Darimi]
Maka jangan pernah anda mengira bahwa hadits
diatas adalah kisah dari negeri antah berantah, dan tidak pernah akan
terjadi. Diceritakan dalam Fathul Mulahhab Syarah Shahih Muslim bahwa
dahulu ada seorang pengajar hadits nabi yang mengajarkan hadits namun ia
jadikan antara dirinya dan muridnya tabir yang menghalangi muridnya
melihat wajahnya. Namun ketika murid tersebut telah lama belajar
darinya, maka sang guru menyingkap wajahnya dan ternyata wajahnya adalah
wajah seekor keledai, dan ia menjelaskan kepada para muridnya bahwa
dahulu ia belajar akan hadits diatas namun aku mendustakan dan
melecehkan hadits tersebut sehingga aku terjerumus dalam mendahului imam
sehingga Allah merubah wajahku menjadi wajah seekor keledai.
Kisah [2]
Pernahkah anda mendengar sabdanya,
إِذَا
اسْتَيْقَظَ أَحَدُكُمْ مِنْ نَوْمِهِ؛ فَلاَ يَغْمِسْ يَدَهُ فِي
الإِنَاءِ حَتَّى يَغْسِلَهَا ثَلاَثًا؛ فَإِنَّ أَحَدَكُمْ لاَ يَدْرِي
أَيْنَ بَاتَتْ يَدُهُ
“Bila salah seorang diantara kalian
bangun dari tidurnya, janganlah ia mencelupkan tangannya ke dalam
bejana, sebelum ia mencucinya, karena ia tidak tahu di mana posisi
tangannya ketika ia tidur.” [Muttafaq ‘alaih, al-Bukhari 162, dan Muslim
278]
Seorang ahli Bid’ah -dengan nada memperolok-olok hadits
tersebut diatas- lantas ia berucap, ”Aku tahu di mana posisi tanganku
ketika tidur, ia [tanganku] berada di ranjang!” sungguh ucapan
kesombongan dan kecongkaan dari seseorang yang mengira bahwa dirinya
berkuasa atas segalanya. Lalu bagaimana Allah menunjukkan kuasaNya, maka
keesokan harinya [ketika ia bangun tidur] ternyata ia telah memasukkan
tangannya hingga siku ke dalam duburnya.
Kisah [3]
Pernahkah anda mendengar sabdanya akan keutamaan siwak, diantaranya
السِّوَاكُ مَطْهَرَةٌ لِلْفَمِ، مَرْضَاةٌ للرَّبِّ
“Siwak itu pembersih mulut dan diridhai Allah.” [HR. Ahmad]
Telah
sampai kepada kami bahwasanya seorang laki-laki yang dipanggil dengan
Abu Salamah dari daerah Bushra, dia suka bercanda dan berbicara tanpa
dipikirkan terlebih dahulu, dan ketika disebutkan disisinya tentang
siwak dan keutamaannya, maka dia berkata: “Demi Allah, aku tidak akan
bersiwak kecuali di dubur, kemudian dia mengambil sebatang siwak dan
memasukkannya keduburnya kemudian dikeluarkan kembali. Setelah melakukan
perbuatan tersebut, ia tinggal selama sembilan bulan dalam keadaan
mengeluh sakit perut dan dubur. Lalu ia melahirkan anak seperti tikus
yang pendek dan besar, memiliki empat kaki, kepalanya seperti kepala
ikan, memiliki empat taring yang menonjol, panjang ekornya satu jengkal
empat jari dan duburnya seperti dubur kelinci. Ketika lelaki itu
melahirkannya, hewan tersebut menjerit tiga kali, maka bangkitlah
putrinya laki-laki tadi dan memecahkan kepalanya sehingga matilah hewan
tersebut. Laki-laki itu hidup setelah melahirkan selama dua hari, dan
meninggal pada hari yang ketiga. Dan ia sebelum meninggal berkata “Hewan
itu telah membunuhku dan merobek-robek ususku.” Sungguh kejadian
tersebut telah disaksikan oleh sekelompok penduduk daerah tersebut dan
para khotib tempat tersebut. diantara mereka ada yang menyaksikan hewan
itu ketika masih hidup dan ada pula yang menyaksikan ketika hewan itu
sudah mati. Dan kejadin ini terjadi pada tahun 665 Hijriyah”
Itu
hanyalah sebagian kecil dari berbagai kisah tragis dan menghinakan
siapa saja yang menghinakan dan memperolok-olok hadits serta sunnah
Nabi. Maka ini adalah peringatan bagi setiap muslim dan muslimah akan
agungnya sunnah Nabi, maka jangan sekali-kali kita berfikir untuk
melecehkannya.
No comments:
Post a Comment