Monday, 26 June 2017

Wasiat Nabi Muhammad S.A.W. kepada Sayyidina Ali bin Abi Thalib

Nabi Muhammad S.A.W. bersabda: " Sebaik-baiknya manusia disisi Allah S.W.T. adalah yang paling memberi manfaat di antara mereka kepada manusia, dan orang yang paling buruk di sisi Allah S.W.T. orang yang panjang umurnya tapi buruk amalnya. Dan sebaik-baik manusia itu orang yang panjang umurnya dan bagus amalnya ".

Nabi Muhammad S.A.W. bersabda :

Wahai Ali, orang yang celaka itu ada tiga tanda :
 

Memakan makanan yang haram

Menjauhi orang 'alim

Shalatnya untuk sendiri
 

Wahai Ali, orang yang berbuat dosa itu ada tiga tanda :
 

Suka membuat kerusakan ( suka mengacau )

Menyusahkan hamba-hamba Allah
    

Menjauhi petunjuk.

Wahai Ali, orang zholim itu ada tiga tanda :
 

Dia tidak memperdulikan sesuatu yang dia makan

Mengerasi orang yang berhutang kepadanya

Bertindak keras kepada orang berhutang apabila dia mendapatkannya .

Wahai Ali, orang munafik itu ada tiga tanda :
 

Jika berkata dia dusta

Apabila janji dia menyalahi janjinya
    

Apabila di amanatkan dia berkhianat. Dan tidak berguna kepadanya nasehat .

Wahai Ali, bagi orang mu'min ada tiga tanda :
 

Bersegera dalam taat kepada Allah

Menjauhkan segala yang diharamkan

Berbuat baik kepada orang yang berlaku buruk kepadanya .

Wahai Ali,
 

Barangsiapa makan barang yang halal, jernilah agamanya, lembut hatinya dan terbuka do'anya
 

Barangsiapa makan barang yang subhat, keruh agamanya dan gelap hatinya.
 

Barangsiapa makan barang yang haram matilah hatinya. menipis agamanya, lemah keyakinannya, Allah tutup do'anya dan akan mengurang ibadahnya.

Wahai Ali,
 

Senantiasa orang yang beriman itu tambah meningkat dalam agamanya selama ia tidak makan barang yang haram, Dan Barangsiapa yang menjauhkan diri dari Ulama, maka akan mati hatinya ( padam cahaya hatinya ), dan akan buta ia terhadap perkara-perkara ibadah kepada Allah S.W.T.

Wahai Ali,
 

Jauhilah olehmu kemaharan,karena sesungguhnya kemaharan itu dari Syaithan, dan dia akan menguasai dirimu ketika engkau dalam keadaan marah itu.
 

Jauhilah olehmu dari sumpahan orang yang teraniaya, karena sesungguhnya Allah S.W.T. akan mengabulkan sumpah itu, sekalipun dia orang kafir, karena kekafiran itu akan tetap pada dirinya.

Wahai Ali,
 

Jangan engkau banyak bergurau, karena hal itu akan menghilangkan kewibawaanmu.
 

Jangan engkau suka berbohong, karena hal itu akan menghilangkan cahayamu.
 

Jauhilah olehmu dua sifat, yaitu kejemuan dan kemalasan, karena jika engkau jemu, engkau tidak akan sabar dalam menegakkan kebenaran yang haq dan jika engkau malas, maka engkau tidak akan dapat melaksanakan kewajiban kamu yang haq

Wahai Ali, manfaatkanlah empat perkara, sebelum datang empat perkara, yaitu :
 

Manfaatkanlah masa mudamu sebelum engkau menjadi tua

Manfaatkanlah masa sehatmu sebelum engkau jatuh sakit

Manfaatkanlah masa jayamu sebelum engkau miskin

Manfaatkanlah masa hidupmu sebelum engkau datang ajalmu .

Wahai Ali, ada tiga perkara termasuk budi pekerti mulia, dari dunia sampai akhirat, yaitu :
 

Memaafkan orang yang menzholimimu

Menyambung silaturahmi kepada orang yang memutuskannya

Menguasai amarah terhadap orang yang berbuat kejahilan padamu .

Wahai Ali, ada tujuh perkara, barangsiapa yang memilikinya maka sesungguhnya dia telah menyempurnakan hakikat keimanannya. Dan Pintu-pintu syurga akan terbuka baginya. Tujuh perkara itu ialah :
 

Sempurna wudlu'nya

Sempurna shalatnya

Meng-infaqkan zakat hartanya

Pandai mengekang hawa nafsu amarahnya

Pandai menjaga lidahnya

Selalu memohon ampun atas dosa-dosanya

Pandai memberi nasehat dan membimbing ahli keluarganya .

Wahai Ali, empat perkara yang barangsiapa memilikinya, Allah akan sediakan baginya bangunan yang khusus di Syurga, yaitu :
 

Melindungi anak yatim

Menasehati orang dhaif

Melindungi serta menyayangi kedua orang tua

Lemah lembut kepada pembantu-pembantunya..

Wasiat Saidina Ali Sebelum Kematian Akibat Dibunuh

Pemuda dan Pemudi Ku. Kita telah keluar dari bulan Ramadhan, bulan yang penuh kebajikan... semoga kita dapat menyegerakan meneruskan kebajikan berpuasa 6 hari di bulan Syawal ini dengan segera dan berturut-turut seperti yang dianjurkan oleh Imam Syafie dan Imam Abu Hanifah.

Ku hidangkan kepada sekelian pemuda dan pemudi ku sebuah wasiat yang di sampaikan oleh Saidina Ali KaramalLah Wajhah kepada anak-anaknya dan sekelian muslimin.Semoga ia menjadi penawar yang mujarab terutama untuk diriku sendiri dan kepada sekelian pemuda dan pemudi ku, hayatilah wasiat tersebut:-

"Daku wasiatkan kepada anda berdua wahai anakku! Para keluargaku dan kepada siapa sahaja yang mendengar wasiatku ini. Sentiasalah kamu bertakwa kepada Allah, hendaklah kamu semua mengatur sebaik-baiknya urusan kehidupan kamu semua. Aku telah mendengar dari Rasulullah saw bersabda, "Memperbaiki dan menjaga baik hubungan persaudaraan antara sesama kaum muslimin lebih baik daripada bersembahyang dan berpuasa sunat. Ketahuilah bahawa pertengkaran itu boleh merosakkan agama. Ingatlah! Tiada kekuatan selain diperkenankan oleh Allah. Perhatikanlah keadaan keluarga anda semua dan eratkanlah hubungan dengan mereka. Kelak Allah akan melimpahkan kemudahan kepada anda semua di hari pembalasan.

"Allah... Allah! Perhatikanlah anak-anak yatim. Jangan mereka sampai kelaparan dan janganlah sampai kehilangan hak. Daku mendengar sendiri Rasulullah saw sendiri berpesan; "Sesiapa yang mengasuh anak yatim sehingga ia mendapat apa yang diperlukan, orang itu akan dikurniakan syurga oleh Allah. Manakala nerakalah orang yang memakan harta anak yatim."

"Allah... Allah! Perhatikanlah Al-Quran. Jangan sampai anda semua tidak mengamalkannya"

"Allah... Allah! Perhatikanlah jiran tetangga anda semua, sebab mereka itu adalah wasiat Nabi"

"Allah... Allah! Perhatikanlah rumah Allah Masjidil Haram. Jangan anda semua tinggalkannya ketika anda masih hidup. Kerana jika anda tinggalkan, anda tidak akan dipandang orang. Sesiapa yang sering menghampirinya Allah akan menghapuskan dosa-dosanya yang lalu."

"Allah... Allah! Peliharalah solat sebaik mungkin, sebab solat itu amalan perbuatan yang paling mulia dan merupakan tiang agama."

"Allah... Allah! Tunaikanlah zakat sebagaimana semestinya. Sebab itu akan menghilangkan kemurkaan Allah."

"Allah... Allah! Laksanakanlah Puasa di bulan Ramadhan. Sebab puasa itu adalah penutup jalan ke neraka."

"Allah... Allah! Berjuanglah dijalan Allah dengan harta dan jiwa anda semua. Hanya terdapat dua jenis sahaja orang yang berjuang di jalan Allah. Iaitu seorang pemimpin yang memberikan bimbingan menuju Allah dan orang yang patuh kepada pemimpin itu serta mengikuti kebenaran pimpinannya."

"Allah... Allah! Jagalah sebaik mungkin keturunan nabi. Jangan sampai mereka diiniaya orang dihadapan mata anda semua, jagalah sebaik mungkin sahabat nabi yang soleh."

"Allah... Allah! Perhatikanlah para fakir miskin. Biarlah mereka bersama dalam kehidupan anda."

"Allah... Allah! Jagalah sebaik mungin wanita dan hamba sahaya. Sebab Rasulullah saw mewasiatkan supaya anda semua mengambil berat terhadap dua golongan yang lemah ini."

"Dalam menjalankan kewajipan terhadap Allah, janganlah anda merasa takut dicela orang lain. Allah akan melindungi dan menyelamatkan anda semua dari mereka yang ingin membuat jahat kepada terhadap anda."

"Berkatalah sebaik mungkin sebagaimana yang telah diperintahkan oleh Allah. Janganlah lalai untuk melaksanakan amal ma'aruf dan nahi mungkar agar Allah tidak melimpahkan kekuasaan kepada orang jahat. Sebab dalam keadaan seperti itu doa anda semua tidak akan diperkenankan."

"Hendaklah anda semua saling berhubung erat, saling tolong menolong dan saling kasih mengasihi. Jangalah anda memutus hubungan, saling berpecah atau bercerai berai. Hendaklah anda semua saling bantu membantu dalam kebajikan dan takwa. Janganlah sekali-kali anda semua saling bantu-membantu dalam berbuat dosa dan permusuhan."

"Bertaqwalah kepada Allah, kerana siksaan Allah itu amat pedih sekali. Semoga Allah sentiasa menjaga dan memelihara anda wahai keluargaku! Daku mengucapkan selamat tinggal sebaik-baiknya kepada anda semua dan ucapkan Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh....!

"Kemudian Saidina Ali menoleh kepada kedua anak kesayangannya, Saidina Husin dan Hasan seraya berkata:"Wahai anakku! Perhatikanlah sebaik-baik 4 perkara yang ingin aku sampaikan. Selagi anda berpegang teguh kepada 4 perkara tersebut, apa pun yang anda lakukan tidak akan mendatangkan kemudaratan""Sesungguhnya kekayaan yang paling tinggi nilainya ialah akal fikiran. Kemelaratan yang paling berat ialah kebodohan. Kesepian yang paling menakutkan ialah bangga diri. Keturunan yang paling mulia ialah budi pekerti yang luhur."

"Wahai anakku berhati-hatilah bila anda berkawan dengan orang yang kedekut. Sebab dia akan menjauhkan anda dari sesuatu yang anda perlukan. Berhati-hatilah bila anda berkawan dengan orang derhaka. Sebab ia akan menjual dirimu dengan harga yang murah. Berhati-hatilah bila anda berkawan dengan orang yang pembohong. Sebab ia ibarat fatamorgana, yang jauh didekatkan dan yang dekat dijauhkan darimu....

"Pemuda dan pemudiku semoga wasiat tersebut akan menjadi pedoman kepada kita semua dalam meneruskan kehidupan yang masih berbaki setelah meninggalkan Ramadhan yang penuh kenangan manis, semoga kita diberi kesempatan untuk bertemunya sekali lagi pada tahun hadapan, Insya Allah..... Ameen.

40 Wasiat Saidina Ali Karamahu Watjahah

"Berikut adalah 40 nasihat Saiyidina Ali .a sebagaimana yang terdapatdi dalam kitab Nahjul Balagh dan Al-Bayan Wattabyeen .a.
 

1. Pendapat seorang tua adalah lebih baik daripada tenaga seorang muda
 

2.Menyokong kesalahan adalah menindas kebenaran
 

3.Kebesaran seseorang itu bergantung dengan qalbunya yang mana adalah sekeping daging
 

4.Mereka yang bersifat pertengahan dalam semua hal tidak akan menjadi miskin
 

5.Jagailah ibubapa kamu,nescaya anak2mu akan menjagai kamu
 

6.Bakhil terhadap apa yang ditangan adalah tidak mempunyai kepecayaan terhadap Allah
 

7.Kekayaan seorang bakhil akan turun kepada ahli warisnya atau ke angin.Tidak ada yang terpencil dari seorang yang bakhil
 

8.Seorang arif adalah lebih baik daripada arif. Seorang jahat adalah lebih jahat daripada kejahatan
 

9.Ilmu adalah lebih baik daripada kekayaan kerana kekayaan harus dijagai ,sedangkan ilmu menjaga kamu
 

10.Jagalah harta bendamu dengan mengeluarkan zakat dan angkatkan kesusahan mu dengan mendirikan sembahyang
 

11. Sifat menahan kemarahan adalah lebih mulia daripada membalas dendam
 

12.Mengajar adalah belajar
 

13.Berkhairatlah mengikut kemampuan mu dan janganlah kamu jadikan keluargamu hina dan miskin
 

14.Insan terbahagi kepada 3 :
 

i) mereka yang mengenal Allah
 

ii) mereka yang mencari kebenaran
 

iii) mereka yang tidak berpengetahuan dan tidak mencari kebenaran.Golongan yang terakhir inilah yang paling rendah dan tak baik sekali dan mereka akan ikut sebarang ketua dengan buta seperti kambing
 

15.Insan tak akan melihat kesalahan seorang yang bersifat tawadhu' dan lemah
 

16.Janganlah kamu takut kepada sesiapa melainkan dosamu terhadap Allah
 

17.Mereka yang mencari kesilapan dirinya sendiri adalah selamat dari mencari kesilapan orang lain
 

18.Harga diri seseorang itu adalah berdasarkan apa yang ia lakukan untuk memperbaiki dirinya
 

19.Manusia sebenarnya sedang tidur tetapi akan bangun bila ia mati
 

20.Jika kamu mempunyai sepenuh keyakinan akan Al-Haq dan kebenaran,nescaya keyakinanmu tetap tidak akan berubah walaupun terbuka rahsia2 kebenaran itu.
 

21.Allah merahmati mereka yang kenal akan dirinya dan tidak melampaui batas
 

22.Sifat seseorang tersembunyi disebalik lidahnya
 

23.Seorang yang membantu adalah sayapnya seorang yang meminta
 

24.Insan tidur di atas kematian anaknya tetapi tidak tidur di atas kehilangan hartanya
 

25.Barangsiapa yang mencari apa yang tidak mengenainya nescaya hilang apa yang mengenainya
 

26.Mereka yang mendengar orang yang mengumpat terdiri daripada golongan mereka yang mengumpat
 

27.Kegelisahan adalah lebih sukar dari kesabaran
 

28.Seorang yang hamba kepada syahwatnya adalah seorang yang lebih hina daripada seorang hamba kepada hamba
 

29.Orang yang dengki, marah kepada orang tidak berdosa
 

30.Putus harapan adalah satu kebebasan , mengharap (kepada manusia) adalah suatu kehambaan

31.Sangkaan seorang yang berakal adalah suatu ramalan
 

32.Seorang akan mendapat tauladan di atas apa yang dilihat
 

33.Taat kepada perempuan(selain ibu) adalah kejahilan yang paling besar
 

34.Kejahatan itu mengumpulkan kecelaan yang memalukan
 

35.Jika berharta, berniagalah dengan Allah dengan bersedekah
 

36.Janganlah kamu lihat siapa yang berkata tetapi lihat apa yang dikatakannya
 

37.Tidak ada percintaan dengan sifat yang berpura2
 

38.Tidak ada pakaian yang lebih indah daripada keselamatan
 

39.Kebiasaan lisan adalah apa yang telah dibiasakannya
 

40.Jika kamu telah menguasai musuhmu, maafkanlah mereka, kerana perbuatan itu adalah syukur kepada kejayaan yang telah kamu perolehi.


Pesan Wasiat Rasulullah Saw Kepada Sayyidina Ali Bin Abu Thalib R.a

Inilah Pesanan dan Wasiat Baginda Nabi Muhammad Saw kepada Sayyidina Ali bin Abu Thalib R.A. Wasiat yang sangat menarik dan boleh dijadikan bahan renungan bersama,Adalah wasiatnya kepada menantu Baginda Nabi Muhammad Saw yaitu Sayyidina Ali bin Abu Thalib R.a. Sungguh wasiat itu khusus kepada Ali, namun kita sebagai Muslim, perlu menjadikannya sebagai i’tibar sehingga menjadikannya amalan.

“Wahai Ali, bagi orang mukmin ada tiga tanda yaitu:

1. Tidak terpaut hatinya pada harta benda dunia;

2. Tidak terpesona dengan bujuk rayu;

3. Benci terhadap perbualan dan perkataan sia-sia.“Wahai Ali, bagi orang alim itu ada tiga tanda yaitu:

1. Jujur dalam berkata-kata;

2. Menjauhi segala yang haram;

3. Merendah diri.“Wahai Ali, bagi orang yang jujur ada tiga tanda yaitu:

1. Merahasiakan ibadahnya;

2. Merahasiakan sedekahnya;

3. Merahasiakan ujian yang menimpanya;Wahai Ali, bagi orang yang takwa itu ada tiga tanda yaitu:

1. Takut berlaku dusta dan keji.

2. Menjauhi kejahatan.

3. Memohon yang halal karena takut jatuh dalam keharaman.Wahai Ali, bagi ahli ibadah itu ada tiga tanda yaitu:

1. Mengawasi dirinya.

2. Menghisab dirinya.

3. Memperbanyakkan ibadah kepada Allah.

Selanjutnya…”Ibnu Abbas meriwayatkan, bahwa Ali berkata: “Pada hari perkawinan dengan Fatimah Az-Zahra R.ha, Rasulullah Saw bersabda kepadaku, mengutarakan 13 wasiat khusus untukku yaitu:

“Wahai Ali, takutilah engkau daripada memasuki” tempat mandi (Hammam) tanpa memakai kain separas pinggang. Bahwasanya barang siapa memasuki tempat mandi tanpa kain separas pinggang, maka dia mendapat laknat (Mal’un).

“Wahai Ali, janganlah engkau ‘memakai cincin pada jari telunjuk dan tengah’. Sesungguhnya itu adalah apa yang dilakukan oleh kaum Luth.

“Wahai Ali, sesungguhnya Allah Swt mengagumi hamba-Nya yang melafadzkan istighfar: “Rabighfirli fainnahu la yaghfirul-zunuba illa Anta” (Tuhanku, ampunilah aku. Sesungguhnya tiada yang mengampunkan dosa melainkan Engkau). 

Allah Swt lalu berfirman: “Hai malaikat-Ku, sesungguhnya hamba-Ku ini mengetahui bahwasanya tiada yang mengampunkan dosa melainkan Aku. Hai malaikat-Ku: Jadilah saksi, bahwasanya aku telah mengampuni dia.”

“Wahai Ali, takutlah engkau dari berdusta. Bahwasanya berdusta itu menghitamkan muka dan disuratkan oleh Allah Swt sebagai Kazzab (pendusta). Dan, bahwasanya benar itu memutihkan muka dan disuratkan oleh Allah Swt sebagai Sadiq.

Ketahuilah engkau, Wasiat Rasulullah kepada Sayyidina Ali bahwasanya Sidq (benar) itu berkat dan Kizb (dusta) itu celaka.

“Wahai Ali, peliharalah diri engkau daripada mengumpat dan mengadu-domba.Bahwasanya orang berbuat demikian itu diwajibkan ke atasnya seksaan kubur dan menjadi penghalang kepadanya di pintu syurga.

“Wahai Ali, janganlah engkau bersumpah dengan nama Allah, serta ada dusta atau benar, kecuali dalam keadaan darurat, dan janganlah menjadikan Allah Swt sebagai permainan untuk sumpah bagimu. Sesungguhnya Allah Swt tidak mensucikan dan juga tidak mengasihani orang yang bersumpah dusta atas nama-Nya.

”Wahai Ali, janganlah engkau mencita-citakan rezeki untuk hari esok. Bahwasanya Allah Swt mendatangkan rezeki untukmu setiap hari.

“Wahai Ali, takutlah engkau dari berbantah-bantah dan berkelahi dengan Makihamun dan sumpah-serapah. Bahwasanya perbuatan itu pada awalnya jahil yang pada akhirnya hanya menimbulkan penyesalan.

“Wahai Ali, senantiasalah engkau bersugi dan mencungkil gigi. Bahwasanya bersugi itu menyucikan mulut, mencerahkan mata dan diridhai Allah. Mencungkil gigi itu dikasihi malaikat karena malaikat sangat tidak senang dengan bau mulut dari sisa-sisa makanan pada celah gigi yang tidak dicungkil selepas makan.

“Wahai Ali, janganlah engkau melayani rasa marah. Apabila timbul rasa marah, duduklah engkau dan fikirkanlah mengenai kekuasaan serta kesabaran Allah atas hamba-Nya. Pertahankan dirimu dari dikuasai amarah, dan kembalilah engkau pada kesabaran.

“Wahai Ali, perhitungkan (Tahassub) segala karunia Allah yang telah engkau nafkahkan untuk dirimu dan keluargamu, niscaya engkau peroleh peruntukan dari Allah.

“Wahai Ali, apa yang engkau benci pada dirimu, maka engkau bencikan juga pada diri saudaramu dan apa yang engkau kasih pada dirimu maka engkau kasihkan juga pada diri saudaramu, yakni engkau hendaklah berlaku adil dalam memberi hukuman. Maka dengan demikian , engkau dikasihi seluruh isi langit dan bumi.

“Wahai Ali, perbaikilah perhubungan antar penduduk sekampung dan antara ahli rumah engkau. Hiduplah dengan mereka sekalian dengan rasa persahabatan dan kekeluargaan, niscaya disuratkan derajad yang tinggi bagi engkau.” 

Wahai Ali, peliharalah pesannku (wasiatku). Engkau akan peroleh kemenangan dan kelepasan. Insya-Allah.”

Kejujuran Seorang Yang Menemukan Barang Bukan Miliknya

Al-Qadhi Abu Bakar Muhammad bin Abdul Baqi’ bin Muhammad al-Bazar berkata, “Ketika itu aku tinggal di samping kota Makkah- sebuah kota yang semoga selalu dalam penjagaan Allah subhanahu wata’ala-. Suatu hari aku sangat lapar, sementara aku tidak mendapatkan makanan yang dapat mengganjal rasa laparku.

Tanpa aku duga aku menemukan sebuah bungkusan berbalut kain sutra diikat kaos kaki dari kain sutra pula. Maka tanpa pikir panjang bungkusan itu aku pungut lalu aku bawa ke rumah dan kubuka. Ternyata berisi seuntai kalung mutiara yang seumur hidup aku belum pernah melihatnya. Setelah itu, aku keluar rumah. Aku mendengar seorang kakek sedang mencari sebuah bungkusan yang hilang. Dia menjajikan hadiah sebesar 500 dinar. Kakek itu berkata, ‘Barangsiapa menemukan bungkusan berisi kalung mutiara, maka uang 500 dinar ini akan aku berikan sebagai imbalan kepada penemunya.’

Aku berkata pada diriku sendiri, ‘Aku sangat butuh, aku sangat lapar, aku bisa mengambil kalung ini dan memanfaatkannya.’ Tapi aku akan mengembalikannya. Aku berkata pada kakek itu, ‘Marilah kita ke rumah.’ Aku pun membawanya ke rumahku. Setibanya di rumah, sang kakek menyebutkan ciri-ciri bungkusan yang hilang, diikat kaos kaki, jenis mutiara, jumlah dan benang yang digunakan untuk mengikat mutiara tersebut.

Kemudian aku serahkan bungkusan tadi kepada kakek tersebut. Diapun memberikan kepadaku 500 dinar sebagai imbalan. Namun aku menolak, aku berkata, ‘Sudah menjadi kewajibanku untuk mengembalikan temuan ini kepada pemiliknya dengan tanpa mengambil upah.’

Sang kakek berkata, ‘Kamu harus menerima uang ini.’ Dia terus menerus memaksaku untuk mengambil upah tersebut. Aku tidak mau menerimanya lalu dia pergi meninggalkan aku.

Adapun cerita mengenai diriku selanjutnya bahwasanya aku lalu meninggalkan Makkah dengan menumpang sebuah perahu. Tanpa aku duga perahu tersebut oleng. Orang-orang pun bercerai-berai berikut seluruh hartanya. Namun aku selamat dari musibah ini berpegangan salah satu papan perahu tersebut. Beberapa hari aku berada di tengah lautan tanpa arah. Tiba-tiba aku terdampar di sebuah pulau yang berpenduduk. Aku menuju masjid untuk membaca al-Qur’an. Di kampung itu tidak ada seorang pun yang bisa membaca al-Qur’an. Kemudian mereka mendatangiku untuk meminta mengajari mereka membaca al-Qur’an. Dari taklimku ini aku bisa mengumpulkan sejumlah uang.

Suatu hari, aku menemukan beberapa lembar al-Qur’an di dalam masjid. Lembaran itu aku pungut. Orang-orangpun bertanya, ‘Apakah kamu bisa menulis?’ Aku jawab, ‘Ya’. Kemudian mereka memintaku untuk mengajari tulis menulis termasuk pada anak-anak dan remaja mereka.

Sejak itu aku mengajari mereka, akupun bisa mengumpulkan sejumlah uang. Suatu hari masyarakat kampung ini berkata kepadaku, ‘Kami mempunyai seorang gadis yatim sangat kaya, bagaimana jika kamu menyuntingnya?’ Aku menolak tawaran mereka. Mereka tetap memaksaku untuk menikahi gadis tersebut. Akhirnya aku terima tawaran mereka.

Setelah diadakan walimah dan isteriku ada di hadapanku, aku mendapati kalung yang dulu pernah kulihat, melingkar di lehernya. Mataku tak berkedip melihat kalung tersebut.

Orang-orang yang melihatku mengajukan protes, ‘Wahai ustadz, engkau telah menghancurkan hati gadis yatim ini, sebab engkau hanya menatap kalungnya bukan wajahnya!.’

Lalu aku ceritakan kisah kalung tersebut, orang-orang pun meneriakkan tahlil dan takbir hingga terdengar oleh seluruh penduduk pulau tersebut.

Aku menanyakan kepada mereka, ‘Ada apa?’Mereka menjawab, ‘Kakek yang mengambil kalung darimu itu adalah ayah gadis ini. Kala itu kakek tersebut berkata, ‘Seumur hidupku, aku tidak pernah bertemu dengan seorang pemuda muslim yang baik seperti dia!’ Sang kakek hanya mampu memanjatkan do’a, ‘Ya Allah, pertemukanlah aku dengan pemuda itu agar aku dapat menikahkannya dengan anak gadisku.’ Sekarang do’a itu telah dikabulkan Allah.

Selanjutnya, aku tinggal bersama isteriku beberapa tahun, aku dikaruniai dua anak laki-laki. Kemudian isteriku meninggal dunia dia mewariskan kalung tersebut untukku dan untuk kedua anakku. Tanpa aku duga, dua anak laki-lakiku pun meninggal dunia. Maka tinggalah aku sebatang kara dan menjadi pemilik kalung isteriku. Kemudian kalung tersebut aku jual dengan harga 100 ribu dinar. Hartaku yang bisa kalian lihat sekarang ini adalah sisa-sisa harta itu.”


Cara Rasulullah SAW Mengajarkan Kesabaran

Rasulullah SAW diturunkan Allah ke dunia adalah untuk menyempurnakan akhlak manusia. Sedemikian pentingnya akhlak hingga membuat Rasul selama bertahun-tahun mendidik para sahabatnya dalam menyikapi hidup yang penuh dengan kesabaran. Kita semua tahu kalau bangsa Arab pada masa itu adalah bangsa yang memiliki akhlak yang tidak terpuji. Bayangkan, mereka kerap mabuk hingga jalan-jalan di kota Mekah dipenuhi dengan tumpahan arak. Kemudian mereka kerap membunuh bayi perempuan yang lahir dari rahim istri-istri mereka. Naudzubillah min zalik. Sebuah akhlak yang di Indonesia saja hampir jarang terjadi, akan tetapi di sana sudah menjadi kebiasaan yang dibiarkan.

Termasuk di dalamnya ketika Rasulullah mengajari para sahabat untuk bersifat sabar dalam berinteraksi dengan manusia yang lainnya. Salah satu kisah tentang kesabaran yang cukup masyhur pernah disuguhkan oleh Rasulullah SAW dan Abu Bakar ash-Shiddiq r.a. ketika itu.

Suatu hari, Rasulullah SAW bertamu ke rumah Abu Bakar ash-Shidiq r.a.. Ketika bercengkrama dengan Rasulullah, tiba-tiba datang seorang Arab Badui menemui Abu Bakar dan langsung mencela Abu Bakar. Makian, kata-kata kotor keluar dari mulut orang itu. Namun, Abu Bakar tidak menghiraukannya. Ia melanjutkan perbincangan dengan Rasulullah. Melihat hal ini, Rasulullah tersenyum.

Kemudian, orang Arab Badui itu kembali memaki Abu Bakar. Kali ini, makian dan hinaannya lebih kasar. Namun, dengan keimanan yang kokoh serta kesabarannya, Abu Bakar tetap membiarkan orang tersebut. Rasulullah kembali memberikan senyum.

Semakin marahlah orang Arab Badui tersebut. Untuk ketiga kalinya, ia mencerca Abu Bakar dengan makian yang lebih menyakitkan. Kali ini, selaku manusia biasa yang memiliki hawa nafsu, Abu Bakar tidak dapat menahan amarahnya. Dibalasnya makian orang Arab Badui tersebut dengan makian pula. Terjadilah perang mulut. Seketika itu, Rasulullah beranjak dari tempat duduknya. Ia meninggalkan Abu Bakar tanpa mengucapkan salam.

Melihat hal ini, selaku tuan rumah, Abu Bakar tersadar dan menjadi bingung. Dikejarnya Rasulullah yang sudah sampai halaman rumah. Kemudian Abu Bakar berkata, “Wahai Rasulullah, janganlah Anda biarkan aku dalam kebingungan yang sangat. Jika aku berbuat kesalahan, jelaskan kesalahanku!”

Rasulullah menjawab, “Sewaktu ada seorang Arab Badui datang dengan membawa kemarahan serta fitnaan lalu mencelamu, ku lihat tenang, diam dan engkau tidak membalas, aku bangga melihat engkau orang yang kuat mengahadapi tantangan, menghadapi fitnah, kuat menghadapi cacian, dan aku tersenyum karena ribuan malaikat di sekelilingmu mendoakan dan memohonkan ampun kepadamu, kepada Allah.”

Begitu pun yang kedua kali, ketika ia mencelamu dan engkau tetap membiarkannya, maka para malaikat semakin bertambah banyak jumlahnya. Oleh sebab itu, aku tersenyum. Namun, ketika kali ketiga ia mencelamu dan engkau menanggapinya, dan engkau membalasnya, maka seluruh malaikat pergi meninggalkanmu.

Hadirlah iblis di sisimu. Oleh karena itu, aku tidak ingin berdekatan dengan kamu aku tidak ingin berdekatan dengannya, dan aku tidak memberikan salam kepadanya. Setelah itu menangislah Abu Bakar ketika diberitahu tentang rahasia kesabaran bahwa itu adalah kemuliaan yang terselubung.

Semoga cerita Rasulullah SAW dan Abu Bakar as-Shiddiq di atas di atas bisa menjadi inspirasi bagi kita dalam menyikap sabar hingga kita mendapat kemuliaan dari Allah SWT. Meskipun di tengah kerasnya kehidupan ibukota, namun bukan sesuatu yang mustahil menjalankan sunnah kesabaran dari Rasul SAW. Bahkan, kita akan mendapat ganjaran pahala yang besar bila kita mengamalkan sunnah di tengah sangat jarangnya orang menerapkan ajaran Rasulullah SAW tersebut.

Wallahu’alam bisshawab..


Kesabaran Sahabat Nabi Dalam Menghadapi Ujian Allah

Kekalahan kaum muslimin dalam Perang Uhud menyimpan hikmah yang luar biasa, bahwa wali-wali Allah tidak selamanya ditolong Allah Subhanahu wa Ta’ala. Akan tetapi harus diingat pula bahwa akibat atau akhir segala sesuatu berupa kebaikan baik di dunia maupun di akhirat pasti diraih oleh wali-wali-Nya. Apabila ada yang mengatakan: Mengapa Allah membiarkan wali-wali-Nya kalah di hadapan musuh dan tidak menolong? Maka jawab “nya firman Allah Subhanahu wa Ta’ala: “Sungguh kalian akan Kami uji dengan kejelekan dan kebaikan sebagai fitnah.” (QS. Al-Anbia: 35)

Terkadang Allah Subhanahu wa Ta’ala menguji hamba-Nya dengan kemiskinan.

Hikmah di balik kekalahan kaum muslimin di Perang Uhud sangat banyak, dan cukup sebagai hikmah yang paling besar adalah tercapainya derajat kemuliaan mati syahid. Seandainya para sahabat tidak mengalami kekalahan, maka tidak akan banyak yang mati syahid atau bahkan tidak ada yang memperoleh kemuliaan mati syahid. Di samping itu, seandainya tidak mengalami kekalahan maka kemungkinan manusia bangga, ujub, sombong, dan lupa kepada Rabbnya. Maka dengan kekalahan seseorang akan tawadhu, tawakal, dan meminta pertolongan kepada Allah dan tidak bergantung dan mengandalkan kekuatan sendiri.

Benar bahwa kekalahan para sahabat pada Perang Uhud disebabkan oleh kesalahan yang mereka lakukan, akan tetapi kita harus beriman pada takdir yang baik dan buruk dan bahwasanya Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menghendaki dan menetapkan demikian supaya menjadi sebab kekalahan mereka untuk mengambil pelajaran dari hikmah yang banyak di balik itu.

Atas dasar ini, maka menyesali dosa dan kesalahan karena kecerobohan seseorang hukumnya boleh bahkan dianjurkan dalam syariat sebagai kesempurnaan taubat seorang hamba kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Akan tetapi kita tidak boleh menyesali takdir Allah atau menyesali sesuatu yang telah luput karena ia merupakan pintu setan sebagaimana dalam hadis Rasulullah.

 PERANG UHUD USAI

Tatkala Abu Sufyan radhiallahu ‘anhu –ketika itu menjadi pemimpin pasukan kufur- meyakini kemenangan bagi kaum Quraisy, maka dia menaiki sebuah bukit seraya memanggil kaum muslimin dengan sekeras-keras suaranya: “Apakah di antara kalian ada Muhammad? Ada Abu Bakar? Ada Umar?”

Hal ini menunjukkan betapa besarnya kedudukan ketiga orang ini di antara para sahabat dan di mata musuh bahwa menurut mereka ketiga orang inilah tulang punggung utama dan penentu ketinggian kalimat Allah di permukaan bumi.

Menurut mereka apabila ketiganya telah terbunuh, maka tidak ada lagi kekuatan bagi Islam dan akan mudah bagi mereka untuk meruntuhkan Islam dan kaum muslimin.

Para sahabat diam tidak menjawabnya hingga dia semakin ujub dan takabur dan mempersembahkan rasa syukurnya kepada patung berhala tuhan sesembahannya dengan mengatakan: “Agungkan patung Hubal.”

Maka para sahabat menjawabnya bahwa orang-orang yang kamu sebutkan itu ketiganya masih hidup belum terbunuh dalam peperangan ini, Allah penolong kami sedang kalian tidak memiliki penolong.
Abu Sufyan berseru lagi: “Kalau begitu hari untuk menentukan kemenangan yang sesungguhnya maka kita akan kembali bertemu di medan perang pada tahun depan di Badar.”

Abu Sufyan radhiallahu ‘anhu mengatakan demikian karena masing-masing dari kedua belah pihak telah meraih sekali kemenangan yaitu kaum muslimin di Perang Badar sedang kaum kafir menang di Perang Uhud. Maka untuk perang penentuan sebagai final untuk mengetahui siapa sesungguhnya yang kuat dan menang di antara keduanya, maka dia mengajak dan menjanjikan untuk mengulangi peperangan. Maka para sahabat menjawab dan menyambut ajakan ini dengan mengatakan: “Ya kita berjanji akan bertemu di Badar pada tahun depan.”

Dalam kesempatan ini orang-orang kafir melampiaskan amarah dan kedengkian mereka terhadap kaum muslimin dengan menyobek dan memotong-motong jasad para syuhada Perang Uhud. Hindun binti Utbah radhiallahu ‘anhu (sebelum masuk islam, pen) menyobek perut Hamzah bin Abdul Mutholin dan mengambil jantungnya lalu memakannya. Karena dia tidak dapat menelannya maka dimuntahkannya. Hindun juga memotong telinga dan hidungnya. Ini menunjukkan betapa jeleknya perangai orang-orang kafir dan betapa besar dan kedengkian yang mereka pendam di dada-dada mereka hingga saking parahnya membuat mereka mati atau hampir mati. Firman Allah: “Matilah kalian dengan kedengkian kalian.” (QS. Ali Imron: 119)

Setelah orang-orang akfir merasa puas dengan kemenangan itu mereka pulang ke Mekah akan tetapi mereka berhenti di tengah jalan dan bermaksud untuk kembali menyerang kaum muslimin di kota Madinah karena mereka merasa belum meraih kemenangan secara penuh sebab mereka belum membunuh Rasulullah, Abu Bakar, dan Umar.

Kemudian Rasulullah pergi mencari jenazah Hamzah dan mendapatinya dalam keadaan tersayat-sayat maka beliau mengafaninya dan menyolatinya.

Para sahabat dalam keadaan sakit, luka-luka, menderita kekalahan, dan lemas, mereka mengurusi tujuh puluh jenazah para syuhada. Mereka mengadu kepada Rasulullah: “Wahai Rasulullah, sesungguhnya terasa berat bagi kami jika menggali setiap jenazah masing-masing satu galian kubur.” Maka Rasulullah memerintahkan mereka untuk menggali kuburan yang luas dan rapi untuk dua atau tiga orang jenazah.

Sebahagian sahabat ingin membawa jenazah kerabat mereka untuk dimakamkan di Madinah akan tetapi Rasulullah memerintahkan mereka agar memakamkan jenazah di tempat mereka mati syahid.

KETELADANAN KAUM WANITA

Biasanya kaum Hawa dalam menghadapi musibah apalagi musibah kematian kerabat dekat kurang bersabar. Akan tetapi jika seorang wanita itu berpakaian iman dan takwa yang tinggi maka seberat apapun musibah akan menjadi ringan baginya. Dia akan bersabar serta mengharap pahala dengan musibahnya tersebut.

Sejarah Islam mencatat kisah-kisah menakjubkan tentang kekuatan iman dan kesabaran wanita-wanita sahabat dalam menerima musibah kematian saudara, bapak, kerabat, bahkan suami mereka yang terbunuh mati syahid di Perang Uhud.

Dikisahkan, saat itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersama para sahabat melewati sekelompok wanita dari bani Najjar. Di antara wanita tersebut ada yang bapaknya terbunuh, saudaranya dan suaminya. Tatkala salah seorang wanita mendengar berita kematian saudara, bapak, suami yang dicintainya dia malah menanyakan tentang keadaan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam seraya mengatakan, “Bagaimana dengan kabar Rasulullah.” Maka mereka menjawab, “Rasulullah dalam keadaan baik.” Maka tatkala wanita tersebut melihat Rasulullah dia mengatakan, “Semua musibah yang menimpa adalah ringan selain musibah yang menimpamu wahai Rasulullah.” Tatkala Shafiah binti Abdul Muthalib radhiallahu ‘anha datang untuk melihat jenazah saudaranya (Hamzah radhiallahu ‘anhu) maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan kepada putranya (Zubair radhiallahu ‘anhu) agar ibunya jangan melihat jenazah Hamzah karena beliau khawatir Shafiah tidak sabar jika melihat jenazahnya yang telah disayat-sayat oleh musuh. Maka Shafiah berkata: “Kenapa tidak boleh? sedangkan aku telah mendengar beritanya dan aku ridha dengan musibah ini. Mereka meninggal di jalan Allah. Saya akan bersabdar dan mengharap pahala dari Allah dengan musibah ini.

Hamnah binti Jahsy radhiallahu ‘anha mendapat berita kematian saudaranya dan pamannya (Mus’ab bin Umair radhiallahu ‘anhu) dan beliau radhiallahu ‘anha bersabar. Selayaknya kita berkaca, apalah artinya kita dibandingkan dengan mereka.

Kesabaran Abdullah bin Hudzafah

Apabila manusia melihat keadaan Abdullah bin Hudzafah bin Qais radhiyallahu ‘anhu ketika Raja Romawi hendak menghalanginya dari agamanya, niscaya mereka kan melihat kedudukan yang mulia dan laki-laki yang agung.

Umar bin Khattab radhiayallahu ‘anhu memberangkatkan tentaranya menuju Romawi. Kemudian tentara Romawi berhasil menawan Abdullah bin Hudzafah dan membawanya pulang ke negeri mereka. Kemudian mereka berkata, “Sesungguhnya ia adalah salah seorang sahabat Muhammad.” Raja Romawi berkata, “Apakah kamu mau memeluk agama Nashrani dan aku hadiahkan kepadamu setengah dari kerajaanku?” Abdullah bin Hudzafah menjawab, “Seandainya engkau serahkan seluruh kerajaanmu dan seluruh kerajaan Arab, aku tidak akan meninggalkan agama Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam sekejap mata pun.” Raja Romawi berkata, “Kalau begitu, aku akan membunuhmu.” Ia menjawab, “Silahkan saja!”

Maka Raja memerintahkan prajuritnya untuk menyalibnya dan berseru kepada pasukan pemanah, “Panahlah ia, arahkan sasarannya pada tempat-tempat yang terdekat dengan badannya.” Sementara dia tetap berpaling, enggan, dan tidak takut. Maka raja Romawi pun menurunkannya dari tiang salib. Dia perintahkan kepada pengawalnya untuk menyiapkan belanga (kuali) yang diisi dengan air dan direbus hingga mendidih. Kemudian ia perintahkan untuk memanggil tawanan-tawanan dari kaum muslimin. Kemudian ia lemparkan salah seorang dari mereka ke dalam belanga tadi hingga tinggal tulang belulangnya. Namun, Abdullah bin Hudzafah tetap berpaling dan enggan untuk masuk agama Nashrani. Kemudian Raja memerintahkan pengawalnya untuk melemparkan Abdullah bin Hudzafah ke dalam belanga jika ia tidak mau memeluk agama Nashrani. Ketika mereka hendak melemparkannya beliau menangis. Kemudian mereka melapor kepada Raja, “Sesungguhnya dia menangis.” Raja mengira bahwasanya beliau takut, maka ia berkata, “Bawa dia kemari!” Lalu berkata, “Mengapa engkau menangis?” Jawabnya, “Aku menangisi nyawaku yang hanya satu yang jika engkau lemparkan ke dalamnya maka akan segera pergi. Aku berharap seandainya nyawaku sebanyak rambut yang ada di kepalaku kemudian engkau lemparkan satu per satu ke dalam api karena Allah.” Maka, Raja tersebut heran dengan jawabannya. Kemudian ia berkata, “Apakah engkau mau mencium keningku, kemudian akan kubebaskan engkau?” Abdullah menjawab, “Beserta seluruh tawanan kaum muslimin ?” Ia menjawab, “Ya.” Maka ia pun mencium kening raja tersebut dan bebaslah ia beserta seluruh tawanan kaum Muslimin.

Para tawanan menceritakan kejadian ini kepada Umar bin Khattab. Maka, berkatalah Umar, “Wajib bagi setiap muslim untuk mencium kening Abdullah bin Hudzafah. Aku yang akan memulainya.” Kemudian Umar mencium keningnya. [Lihat Siyaru A’lami An-Nubalaa’, Adz-Dzahabi, 2/14 ; dan Al-Ishabah fi Tamyizi Ash-Shahabah, 2/269].

Ini adalah kedudukan yang agung lagi mulia karena Abdullah bin Hudzafah tetap teguh memegang agamanya dan tidak menerima agama selainnya walaupun ia diiming-imingi dengan kerajaan Kisra dan yang semisalnya untuk diberikan kepadanya dan seluruh kerajaan Arab. Kemudian ia tetap membenarkan atas Allah tidak takut terhadap para pemanah yang hendak memanahnya dalam keadaan tubuh sedang disalib. Ia juga tidak takut terhadap belanga yang berisi air yang mendidih ketika ia melihat salah seorang tawanan dilemparkan ke dalamnya hingga nampak tulang belulangnya. Bersamaan dengan itu ia berharap jika nyawanya sejumlah rambut di kepalanya yang disiksa di jalan Allah karena Allah semata.

Maka ketika ia melihat kemashlahatan umum yaitu dibebaskannnya para tawanan, ia pun mau untuk mencium kening raja tersebut. Hal ini adalah merupakan suatu kebijakan yang amat agung. Maka, Allah pun ridha terhadap Abdullah bin Hudzafah dan iapun ridha kepada-Nya.


Sunday, 25 June 2017

Ilmu sebagai suluh dan pedoman

Ilmu dalam tradisi Islam adalah suluh dan cahaya. Ia memberikan kita petunjuk dan pedoman. Tanpanya manusia kegelapan dan kejahilan. Ilmu dalam tradisi Islam tidak sekadar yang terbangun daripada sumber akliah atau fikir. Ilmu adalah interaksi akliah dan nakliah yang berpedomankan faktor zikir. Al-Quran adalah sebesar-besar sumber ilmu daripada ALLAH. Ilmu hasil pemikiran manusia tidak segala-gala. Ia terbatas daripada kemampuan akliah insan, dibantu keupayaan pemerhatian, uji kaji dan cerapan inderawi yang sifatnya membatasi. Memahami ilmu ghaibiyyat adalah sesuatu yang amat utama.

 Apabila ilmu nakliah memandu kekuatan akliah, ia memberikan dimensi fikir-zikir yang membawa makna kepada diri insan. Proses menerima makna mengenai hakikat ilmu dan hikmah dan hanya terjadi sekiranya wujud integrasi terhadap yang nyata dengan yang ghaib. Sifatnya rohaniah dan rabbaniah. Air sebagai gabungan elemen oksigen dan hidrogen adalah elemen saintifik yang sifatnya akliah. Apabila air, dalam al-Quran, dihubungkan sebagai sumber kehidupan ia terkait dengan maksud rahmat ALLAH kepada makhluk-Nya di muka bumi. Air tidak sekadar sesuatu yang diciptakan tetapi terkandung hikmah di sebalik ciptaannya. Sebab itu al-Quran dalam Surah Az Zumar ayat 8 menyebutkan bahawa tidak sama orang yang berilmu dengan orang yang tidak berilmu. Ayat ini memberi asas yang sangat kuat betapa ilmu dan orang yang berilmu memiliki kekuatan untuk tahu dan faham dan menerima makna akan sesuatu.

Hal yang terjadi kepada manusia adalah ilmu itu hanya dalam batas fakta dan data yang zahiri dan sifatnya mekanistik. Sedangkan ilmu pada hakikatnya adalah suluh dan petunjuk (hudan) mencerahkan pemahaman insan mengenai yang nyata dan di sebalik yang nyata. Orang yang memiliki ilmu integratif tidak sekadar melakukan uji kaji, pemerhatian, tabulasi fakta dan data dan mengambil pendekatan empiris sebagai landasan rasional dan logik tetapi membangun jiwa tadabbur iaitu meneliti dan memahami sesuatu fenomena alam dan kejadian dan kaitannya dengan Pencipta. Sebab itu ilmu sekular dan liberal yang sifatnya mekanistik memberi fokus kepada faktor duniawi semata dan asas agama tidak dijadikan landasan mencari makna akan sesuatu.

Dalam tradisi Islam akal dibenarkan subur dan berkembang tetapi pedoman dan petunjuknya daripada al-Quran. Terdapat banyak firman ALLAH umpamanya memberi petunjuk terhadap pemikiran saintifik. Bagi orang Eropah yang pernah menghadapi konflik rasionaliti dan saintifik dengan pendukung teologi Kristian bagi Islam ia bukan masalah. Orang Barat hari ini akibat konflik tersebut menolak asas agama sebagai sumber ilmu. Mereka menghubungkan ilmu dan sumber agama sebagai dogma (khayali) termasuk Islam. Sistem ilmu Barat ini berkembang dan sistem pendidikan negara orang Islam. Faham sekular dan liberal berkembang tanpa ia ditindikkan dengan asas agama dan etika. Lalu ilmu yang berkembang menjadi lepas bebas dari dukungan nilai. Ilmu sifatnya terhubung dengan nilai (value-laden) bukannya bebas nilai (value free).

Manusia memerlukan nilai sebagai ukur tara terhadap sesuatu perkara dan perbuatan. Menyatakan sesuatu itu baik atau buruk, makruf dan mungkar, halal dan haram umpamanya perlukan petunjuk nilai. Adil mengikut sumber al-Quran bermaksud “meletakkan sesuatu pada tempatnya” bukan mengambil sikap berkecuali kerana ia boleh membawa kepada zalim. Contohnya, memilih pemimpin mesti kalangan orang berwibawa, memiliki ilmu yang sepadu, integritinya tinggi, akhlaknya menjadi sumber teladan, peribadinya menganjurkan kebaikan untuk semua manusia bukannya dendam kesumat dan taksub yang tinggi hingga membawa kepada kejumudan berfikir. Orang berilmu dan memiliki pedoman hidup sifatnya tidak takabbur. Dia tidak menyatakan dirinya adalah segala-gala dalam bidang keilmuan.

Kepakaran dan keahlian yang dimilikinya adalah matarantai bagi suatu tamadun. Selalunya orang berilmu mempunyai jiwa rukuk dan sujud. Jiwa taqarrubnya (kehampiran) dengan ALLAH sentiasa menjadikan tawathuk kerana teladan ini adalah mesra manusia. Bukan untuk disanjung secara berlebih-lebihan sehingga hilang imej keilmuannya dan tawaduknya. Ilmu yang ada padanya hakikatnya daripada ALLAH. Apabila ia dijadikan suluh dan pedoman kepada manusia dalam bentuk ilmu dan pengajaran sifatnya mendidik.


Muhasabah Adalah Proses Penyucian Jiwa

MUHASABAH adalah proses menghisab diri datangnya daripada keinsafan dan kesedaran dalam diri menyesali perlakuan terdahulu dan ingin kembali sebagai manusia fitrah. Akibat kekurangan ilmu, pengaruh nafsu nafsi, terlanjur, rasa berdosa yang tinggi mendorong manusia untuk kembali.

Muhasabah boleh membawa kepada taubat. Ia adalah jalan keinsafan menyesali apa yang berlaku pada masa lalu dan lahir keinginan untuk tidak mengulangi supaya diri berada dalam keadaan berpahala. Ia adalah suatu proses tazqiah an nafs iaitu penyucian jiwa daripada nafsul amarah dan sifat-sifat mazmumah (keji) yang mencederakan watak dan akhlak serta kembali ke nafsul mutmainnah yang mendukung jiwa tenang dan memiliki sifat mahmudah (terpuji) yang membimbing jalan makruf dan kebaikan.

Manusia ini memiliki sifat nasiyyah atau lupa dan ghaflah iaitu lalai menyebabkan kelemahan terjadi. Sebab itu manusia perlukan peringatan supaya kelupaan dan kelalaian tidak menyebabkan kemungkaran berlaku. Dukungan hawa nafsu menyebabkan dosa terjadi. Justeru manusia perlukan pedoman supaya tidak berlaku keterlanjuran.

Penyucian dan pembersihan jiwa memerlukan rawatan yang sifatnya rohaniah.

Kekuatan dalaman diri manusia menjadi sesuatu yang paling utama diperkukuhkan supaya kekuatan rohaniah menjadikan kedekatan dan kehampiran kita dengan ALLAH (taqarrub ilallah).

Ia selari dengan maksud hadis Rasulullah SAW mengisahkan dalam diri manusia ada seketul daging. Baik daging itu baiklah diri manusia dan tidak baik daging itu, tidak baiklah diri manusia. Baik dan tidak baik merujuk kepada akhlak manusia. Ia dirujuk sebagai kerja hati.

Memelihara dan menyuburkan hati dengan binaan yang baik bakal mempengaruhi sikap dan amal seseorang. Keimanan dan ketakwaan kepada ALLAH umpamanya menjadikan manusia memiliki pancang hidup dan keinsafan ketuhanan yang tinggi. Ia membawa keinsafan bahawa kita ini adalah hambaNya dan berperanan sebagai khalifah untuk mensejahterakan umat manusia.

Hati manusia mudah tercemar dengan runtunan hawa nafsu dan hasutan syaitan dan iblis. Ia menyebabkan manusia hilang fitrah diri dan hatinya cenderung kepada perkara-perkara yang mungkar. Yang menjadi pertimbangan dalam hidup ialah kepuasan zahiri bukannya batini. Ia menyebabkan gelagat manusia tidak lagi makruf dan berada dalam keadaan berdosa.

Muhasabah dan taubat membimbing manusia melakukan tazqiah (pembersihan semula) hati supaya hati memandu manusia memiliki sifat terpuji seperti jujur, ikhlas, amanah, adil, telus dan tulus kerana tanpanya sifat mazmumah (keji) bakal mengambil tempat.

Sifat-sifat terpuji disandarkan kepada keyakinan yang tinggi kepada kehadiran ALLAH yang melihat dan mengetahui apa saja yang manusia lakukan. Ia menyebabkan keinsafan ketuhanan (God-Conciousness) wujud pada diri manusia.

Inilah sebenarnya barometer atau pedoman terbaik menjadikan manusia insaf bahawa melakukan kemungkaran natijah akhirnya adalah dosa dan melakukan sesuatu yang berpahala natijah akhirnya ialah syurga.

Islam tidak saja mendidik kita memiliki aqidah tauhid yang kental, mengakui hakikat kewujudan ALLAH tetapi juga menginsafi bahawa ALLAH Maha Berkuasa ke atas segala dan Pemberi Rahmat kepada semua. Tanpa keyakinan ini manusia berasakan sesuatu itu sifatnya lepas bebas tanpa ikatan dosa dan pahala.

Menjadi orang berdosa tidak menyumbang kepada kesejahteraan hidup diri dan orang lain.

Islam yang terhubung dengan maksud salam membawa natijah salama, sejahtera dan damai. Manusia pada fitrahnya memerlukan keadaan yang sedemikian supaya kasih sayang terbina, rasa persaudaraan terjalin dan membangun jiwa rukuk dan sujud (ibadullah & ibadurrahman) terjadi.

Ibadullah dan ibadurrahman adalah gambaran natijah solat menjadikan manusia mempunyai jiwa kehambaan yang tinggi dan akhirnya menjadi khalifah ALLAH di muka bumi.

Jiwa kehambaan menjadikan ahli ibadah memiliki sifat patuh, akur, tunduk dan taat kepada suruhan dan larangan ALLAH. Ia menyebabkan manusia menjalani hidup di bawah Sunnatullah.

Sebagai khalifah ALLAH sifat amanah menjadi tanggungjawab yang utama. Bila jiwa kehambaan menyubur ke dalam diri ia bakal mencorakkan sahsiah dan akhlak seseorang.

Sebagai khalifah akhlak ini sangat penting kerana khalifah bakal mengurus diri dan sistem. Dan daripadanya manusia berada dalam kedudukan amal soleh yang memberi manfaat kepada diri dan orang lain...